Selasa, 04 Januari 2011

Lilin untuk Maryam

———————–

“Kenapa nggak boleh, Bu? Kan cuma lima hari?” marah Dinda pada ibunya yang tidak menyetujuinya untuk ikut berlibur bersama teman-temannya ke Bandung.

“Feeling Ibu nggak enak, Din. Ibu masih belum bisa melepas Dinda.” Sambil menyalin nasi ke mangkuk, Maryam, ibu Dinda menjelaskan alasannya dengan nada datar, nada keibuannya yang biasa meluluhkan anak semata wayangnya untuk menurutinya.

“Bu, Dinda kan sudah besar. Apalagi yang Ibu beratkan untuk melepas Dinda? Pun Dinda juga sering Ibu tinggal berhari-hari, malah lebih dari lima hari, karena kerjaan Ibu.” Dengan kesal Dinda mengutarakan semua alasannya.

Maryam adalah seorang single parent setelah kematian suaminya dua tahun yang lalu. Sejak itu, Maryam harus banting tulang demi kelangsungan hidup dan pendidikan anaknya. Sebagai seorang engineer, tak jarang ia bepergian berhari-hari, bahkan hingga sepuluh hari. Tapi, tak pernah sekali pun ia meninggalkan anaknya tanpa menelfonnya tiga kali sehari. Selain itu, tentu saja Dinda tak dibiarkan tinggal sendirian di rumah, selalu ada Sari, kakak Maryam yang dimintai tolong untuk menemani Dinda.

“Walaupun Din… perasaan Ibu berat.” Sambil membawa nasi hangat untuk makan malam, Maryam duduk di kursi makannya.

“Ibu tak adil, Dinda tak melarang Ibu berlibur bersama Om Sofyan, tapi Ibu melarang dinda berlibur bareng teman-teman. Tak adil!” beranjak dari kursi makan, Dinda bersegegas menuju kamarnya.

“Dinda… Ibu dan Om Sofyan bukan berlibur! Kami team, Dinda! Ingat itu!”
“Tetap saja ibu tak adil!”
BRAKK! Banting dinda.

Sungguh berat bagi Maryam sebagai single parent menghadapi anak semata wayangnya dalam tujuh tahun kedua. Mengikuti ceramah yang pernah didengarnya dahulu, Rasulullah ketika mendidik anaknya membagi dirinya menjadi tiga sikap. Tujuh tahun pertama mendidik anak dengan menganggap anaknya sebagai raja, mengikuti keinginan-keinginannya dengan tetap memberi patokan yang benar. Tujuh tahun kedua, menganggap anaknya sebagai seorang tawanan. Sedikit agak keras, mengekang, dan selalu mengawasinya. Tetap berpatokan pada suatu kebenaran agar kelak ia dapat menentukan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.

Terakhir, tujuh tahun ketiga dan selanjutnya, menganggap anak sebagai seorang sahabat.Mengajaknya melakukan apa yang baik buatnya, dengan lemah lembut, penuh kasih saying.Tetapi, kisah ini belum sampai ke telinga Dinda. Rencanaya nanti setelah Dinda menjadi sahabatnya.

Dan sekarang Dinda dalam masa tujuh tahun kedua. Sulit bagi maryam untuk menjalani perannya dengan sempurna. Selain tuntutan ekonomi, sebagai single parent, Maryam harus tetap memperhatikan tuntutannya sebagai seorang ibu. Suatu peran yang sulit ia satukan dari peran kerjanya, seorang engineer.

Banyak saja celah yang tertangkap oleh Dinda sebagai kesalahan Maryam. Meninggalkannya berhari-hari, tidak menghadiri rapat orang tua –walau mengutus Sari sebagai wakilnya-, tidak menemaninya membeli peralatan sekolah, tidak menanyakan berapa nilai ulangannya –padahal ia memperoleh nilai sempurna,100-, tidak genap lima belas hari dalam sebulan menjemputnya, tidak berada disisinya ketika banyak hal yang ingin diceritakannya, dan sekarang tidak mengizinkannya berlibur bersama teman-temannya ke Bandung. Tambah lagi celah yang paling besar, menuduh Maryam ada sesuatu terhadap Sofyan, rekan kerja Maryam.

17 Desember 2010, salah satu rutinitas Maryam, menyilang hari yang telah berlalu dengan beberapa agenda yang telah tercapai dan membuat agenda baru untuk hari-hari selanjutnya. Tangannya terhenti pada agenda 20 Desember 2010. Ulang tahun Dinda yang ke lima belas. Hari yang akan merubah sikapnya, dari menganggap Dinda sebagai tawanan menjadi sahabat. Ia berencana akan membuat hari itu begitu special baginya dan tentu saja badi Dinda, pemilik hari itu.

Berawal dari 18 Desember 2010. Tanpa jadwal proyek yang selalu mengganggunya, Maryam membuat sebuah hadiah istimewa buat Dinda. Ia berencana mambuat kamar baru buat Dinda. Menjadikan kamar tamu yang jarang terawat sebagai lokasinya. Mulai dari membersihkan, mengecat, mengganti tirai, tempat tidur dan meja belajar yang baru buat Dinda semua ia lakukan sendiri. Sesekali ia meminta bantuan Sofyan untuk memesan peralatan yang ia inginkan, seperti lemari, boneka dan beberapa bingkai yang menghiasi lukisan Dinda yang selama ini hanya tersinpan dalam boxnya. Semua peralatan berwarna dan bercorak kesukaan Dinda. Kamar tersebut penuh dengan warna hijau dengan berbagai gradasi yang menarik. Dinda pasti senang, fikirnya.

Sebelum ia menjemput Dinda, tak ada celah yang dapat membuat Dinda bahwa ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi di rumahnya. Ketika Dinda tiba di rumah, dugaan pun tak terlontar dari gerak-geriknya. Semua Maryam lakukan hanya ketika Dinda sekolah, tentu, karena Dinda berangkat pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00. Tak sempat baginya memandangi keadaan rumahnya. Selanjutnya 19 Desember 2010, Mar-yam kembali dengan berbagai rencananya.

Namun, setelah selesai sudah hadiah tersebut, tiba-tiba saja seseorang datang menjemputnya. Ia lupa bahwa 20 Desember ia harus berada di Bekasi untuk sebuah proyek yang telah ditandatanganinya.

Tak bisa mengelak, Maryam pun berangkat ke Bekasi. Sebelum itu ia menitipkan kunci yang juga sudah di kotakkan indah kepada Sofyan yang tidak ikut proyek kali ini, agar memberikannya kepada Dinda sepulang sekolah esok.
Esoknya, mendapat kotak kecil dari Sofyan, Dinda menampakkan wajah dinginnya, walau tetap melontarkan ucapan terimakasih, karena kebiasaan.

Dibukanya kamar hadiah Maryam. Cantik, sesuai seleranya, sangat bahagia. Tapi tetap saja ada celah lagi, Maryam tak bersamanya dihari ulang tahunnya dan Sofyan yang mengantarkan hadiah Maryam. Kalau Sofyan hanya team, kenapa Sofyan yan mengantarnya. Surat dari Maryam, tentang cerita sikap Maryam padanya, tak dibacanya. Telfon Maryam tak diangkatnya. Tak ada kata-kata yang didengarnya dari Mar-yam. Sampai pesan yang dikirim Maryam pun tak di bacanya, bahkan langsung dihapusnya.

Hingga 22 Desember 2010. Hari tibanya Maryam kembali kekediamannya, Pekanbaru. Hari ibu yang biasanya dirayakan oleh dua beranak ini. Kini, tak ada tanda-tanda bahwa hari itu ada. Dinda tak langsung pulang, hanya sms yang dikirimnya, bahwa ia ke rumah Sari. Tinggallah Maryam seorang diri di rumah. Hadir tanpa sambutan. Duduk di ruang makan dengan kue hari ibu yang di belinya sendiri. Tiba-tiba lampu padam, penuh air mata Maryam menyalakan lilin.Meratapi kesalahannya. Seandainya saja pekerjaannya tidak menuntutnya sekeras ini, seandainya saja masih ada ayah dinda yang selalu mengisi kekurangannya, seandainya seja ia lebih tanggap lagi, seandainya saja dinda mengerti. Mar-yam menangis sambil berbicara sendiri menghadap lilin.
“Jangankan seperti sang surya menyinari dunia, seperti lilin pun kasihku tak sampai.” Terhenti oleh tangis “Anakku seorang saja tak bisa kubahagiakan.” Air matanya mengalir sambil bernyanyi “Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali …”
“Bagai sang surya menyinari dunia.” Sambung Dinda sambil membawa rangkaian lilin yang banyak, indah. Dengan isak tangis lagu itu ia nyanyikan.

“Maafkan Dinda Bu. Cik Sari dan Om Sofyan telah menjelaskan semuanya pada dinda. Dinda juga sudah membaca surat Ibu. Juga Dinda telah mengerti alasan kenapa Ibu terlalu sibuk bekerja.

Begitu egoisnya Dinda. Maafkan Dinda Bu.” Tangis mengalir bahagia dalam pelukan Maryam dan Dinda dengan lilin untuk Maryam.
—————————-

Cerpen tentang Hari Ibu ini oleh:

Desi Risnasari

2 komentar:

  1. Nama saya Dewi Rumapea, saya dari Indonesia, tolong dengarkan, beberapa pemberi pinjaman di sini tidak bersedia untuk membantu Anda, semua yang mereka inginkan adalah untuk merobek Anda uang Anda sulit diperoleh. Suami saya dan saya, mencari pinjaman dari kreditur yang berbeda online tapi pada akhirnya, kami ditipu dan merobek uang kita tanpa mendapatkan pinjaman kami dari perusahaan-perusahaan pinjaman yang berbeda secara.
    Kami bahkan meminjam uang untuk membayar pemberi pinjaman ini online tapi pada akhirnya, kita punya apa-apa.
    Suami saya dan saya berada di utang, dan kami tidak punya satu untuk lari ke bantuan, bisnis keluarga kami hancur dan kami di mana tidak bisa mendapatkan uang untuk memenuhi biaya sehari-hari sampai kami diperkenalkan kepada Ibu Glory yang membantu kami dengan menawarkan kita jumlah pinjaman tanpa jaminan dari 500 juta tanpa agunan.
    Untuk informasi lebih lanjut tentang bagaimana untuk mencapai Ibu. Glory atau mengikuti prosedur pinjamannya, hubungi saya melalui email saya: dewiputeri9@gmail.com
    Atau Anda dapat mengirim email ke Ibu Glory ke: gloryloanfirm@gmail.com

    BalasHapus
  2. Saya sangat bersyukur kepada Nyonya Iskandar Lestari karena telah memberi saya pinjaman sebesar Rp700.000.000,00 saya telah berhutang selama bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan nilai kredit nol Semua menolak saya karena rasio kredit saya yang tinggi dan rendahnya kredit Sejarah ISKANDAR LESTARI LOAN FIRM di salah satu blog saya menghubungi Ny Iskandar Lestari melalui konsultan kredit via email: iskandalestari.kreditpersatuan @ Gmail.com dengan keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada AWAL 2017 dan semoga ini datang jauh-jauh. Usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan hidup ini yang bisa Anda hubungi Ibu Iskandar.
    Melalui email: iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com atau melalui dia
    BBM INVITE: {D8980E0B}

    BalasHapus