Selasa, 04 Januari 2011

Titipan Seorang Pelaut

seorang-pelautAYAHMU adalah seorang pelaut. Ia telah mengarungi tujuh samudera di dunia. Laut adalah kehidupannya. Sebelum Ayahmu bertemu dengan ibu, dia hanya mengisi kehidupannya di laut. Katanya lautlah yang telah membesarkan dia. Dari sebelum Bandar Melaka menjadi bandar yang ramai dikunjungi oleh para pelaut-pelaut dunia, dia telah biasa hidup di laut. Bahkan laut telah menjadi sahabatnya. Itulah sedikit sketsa sekilas cerita tentang Ayahku yang tidak pernah aku temui itu.
“Tapi, Mak, mengapa Mak tidak pernah mengajari aku sedikitpun tentang laut? Sedangkan darah dagingku adalah seorang pelaut ulung?”
“Hal itulah yang tidak aku inginkan. Karena jika kau menjadi seorang pelaut, maka Mak akan sulit untuk bertemu dengan kau. Pasti kehidupan kau hanya ada di laut. Apalagi di pelabuhan Malaka ini telah ramai sekali Pedagang-pedagang dunia yang singgah, jalur untuk kau menjadi seorang pelaut akan sangat mudah,”
“Lalu bagaimana Mak bertemu dengan ayah, sedangkan hidup ayah hanya ada di laut?”
“Itulah keajaiban cinta, nak. tidak ada seorangpun yang bisa menduga, takdir cinta itu sudah ditentukan oleh yang maha kuasa, siapa menduga kalau Mak bisa menikah dengan seorang pelaut, sedangkan Mak kau sendiri berasal bukan dari keluarga pelaut.”
Cerita itu yang selalu Ibu ceritakan kepadaku. Pada akhir hikayatnya, ia pasti akan mengatakan kalau cintanya kepada ayahku karena keajaiban semata. Dan ia akan mengatakan kalau itu sudah takdir yang tidak mampu diubah oleh manusia manapun, termasuk dirinya sendiri.
Aku memang tidak pernah melihat wajah ayahku. Tapi kata Ibuku, wajahku mirip sekali dengan wajah ayahku. Sifat dan karekternya pun sangat mirip denganku. “Jika kau penasaran dengan ayahmu, maka segeralah kau pergi ke Kubangan, maka cerminan wajah ayah kau ada pada dirimu.”
Bandar Malaka sebelum jatuh ke tangan Portugis adalah Bandar yang sangat maju. Semua pedagang-pedagang dari Asia dan Eropa selalu singgah untuk membeli rempah-rempah yang didatangkan dari Nusantara. Rempah-rempah yang diperdagangkan adalah berupa pala dan lada. Pedagang-pedagang yang datang adalah dari Arab, China, India dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Spanyol dan Prancis. Para pedagang itu memiliki kapal-kapal layar yang sangat besar. Apalagi kalau kapal dagang itu milik Inggris. Dari kejauhan sudah sangat kelihatan megahnya.
Mungkinkah Ayahku bekerja di salah satu kapal-kapal itu? Tapi ibuku tidak pernah menjawabnya. Dia hanya diam seribu bahasa. Ketika pertanyaan itu kulontarkan pada ibu. Entah mengapa ia pasti akan berlalu. Ayahku hidup atau mati pun aku tidak pernah tahu. Dan akhirnya pada suatu malam itu ketika aku desak, ibuku akhirnya menceritakan tentang ayahku dan ke mana sekarang ia pergi sehungga tidak pernah kembali.

*****
“Aku akan kembali Dinda, tunggulah aku di Dermaga ini hingga peperangan ini selesai. Sudah tidak ada cara lain lagi untuk memerangi mereka, “Pantang melayu hilang di Bumi!” Selama ini Malaka adalah negeri yang damai, tidak ada satupun peperangan yang terjadi. Meski aku hanya seorang Lanun, tapi aku tetap tidak rela jika Malaka bisa dikuasai oleh bangsa lain.”
Perempuan yang dipanggil Dinda hanya diam. Tapi air matanya tidak bisa ditahan lagi. Bulir-bulir air mata itu menandakan kepedihan yang sangat dalam. Sementara sekarang ia sedang hamil tua. Laki-laki itu pergi ke Pantai. Beberapa orang temannya sudah me-nunggu. Ia masih menatap kepergian suaminya.
Dengan hanya menggunakan sampan biasa, ia dan rakan-rakannya terus pergi. Di tengah laut, Kapal milik raja sudah ada yang berlabuh. Para angkatan laut Kerajaan Melaka telah menyiapkan segala perlengkapan perang untuk memerangi angkatan laut Portugis. Di Perairan selat Malaka Ratusan Kapal Portugis telah berlabuh di tengah lautan. Mereka tinggal menunggu arahan untuk menakluki kota Melaka.
Pada awalnya sang raja tidak mempercayai jika Portugis akan menyerang kota Malaka. Tapi setelah mendengar berita bahwa Pelabuhan-pelabuhan penting di Nusantara telah berhasil dikuasai oleh Portugis. Menanggapi itulah sang Raja memilih untuk mencegah pasukan Portugis memasuki kota Malaka. Raja mengumpulkan semua angkatan laut Malaka agar segera bersiap. Perang akan terjadi. Ternyata berita itu sampai di telinga rakyat jelata. Sehingga rakyatpun membuat inisiatif untuk ikut berperang melawan Portugis meski dengan hanya menggunakan sampan biasa. Mereka tidak gentar. Mereka tidak rela jika bumi Melayu jatuh ke tangan Portugis.
Maka berita itu juga sampai ke telinga Awang. Ia adalah seorang lanun. Biasa membajak kapal-kapal pedagang dari Arab, China juga dari Nusantara. Mendengar berita penyerangan Portugis, naluri cinta tanah airnya menggebu. Ia dan beberapa rekan Pembajaknya pun merencanakan untuk ikut dalam peperangan ini. Merasa laut adalah rumahnya, maka hanya ada satu kata yang harus mereka pegang, “Perang.” Dan laut akan memberi kemenangan pada mereka.
Alhasil merekapun ikut dalam kumpulan rakyat jelata dengan menggunakan sampan biasa, di tengah laut itu dipenuhi oleh sampan-sampan rakyat biasa. Mereka semua satu hati untuk memerangi Portugis. Hati mereka sedikitpun tidak gentar ketika melihat kapal-kapal perang Portugis yang telah menyambut mereka dengan mengarahkan moncong-moncong meriam ke arah mereka.
“Seraaaang!!!!” seru Laksamana.
Maka dengan semangat menggebu mereka mengayuhkan sampan menuju kapal-kapal Portugis yang juga mengeluarkan tembakan meriam ke arah mereka. Letusan peperangan angkatan laut itupun pecah dengan masing-masing pihak saling serang. Awang pun menyerang membabi buta. Dengan sebilah keris ia bisa membunuh satu persatu pasukan Portugis ketika sampan-sampan mereka berhasil merapat ke salah satu kapal Portugis dan menyerang seluruh awak yang ada dalam kapal itu. Dan akhirnya satu buah kapal Portugis berhasil mereka takluki. Mereka tidak memberi ampun kepada tentara-tentara Portugis yang ada dalam kapal itu. Semuanya mati mereka bunuh.
“Horeeeeeeee!!!” mereka berseru beramai-ramai. Awang pun ikut dalam euforia itu. Dari kejauhan laksamana hanya tersenyum melihat kapal itu berhasil ditakluki. Ketika semua larut dalam euforia itu, tiba-tiba sebuah tembakan Meriam menuju ke arah mereka. Dan tanpa sepengetahuan mereka dua kapal Portugis telah merapat ke arah mereka langsung melepaskan tembakan betubi-tubi menggunakan meriam-meriam yang ada di sekelilingi kapal-kapal itu ke arah mereka.
Akhirnya Awang dan rekan-rekannya hanya memberi perlawanan tidak berarti. Mereka kocar-kacir dalam kapal tersebut. Sementara tembakan terus saja di lepaskan oleh tentara-tentara Portugis. Laksmana yang melihat hal itu mencoba membantu, tapi mereka pun ditubikan dengan tembakan-tembakan dari kapal Portugis yang lain. Kapal yang dinaiki Awang semakin mendekati masa yang kritis. Para awak di dalamnya banyak yang menjadi Korban tembakan dari meriam-meriam Portugis.
Awang yang melihat keadaan yang tidak berimbang itu semakin panik. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dan lambat laun kapal yang dinaikinya itu tenggelam dan akhirnya hilang di atas permukaan laut bersama Awang. Sementara angkatan laut kerajaan terus berperang sampai titik penghabisan. Terus berusaha melawan tentara Portugis dengan segala upaya.

*****
“Kekalahan angkatan laut Kerajaan Malaka membuat Potrugis berhasil memasuki kota Malaka dan menaklukkan seluruh kerajaan Malaka. Sejak itu Bandar Malaka tidak ramai dikunjungi pedagang-pedagang negeri lain, karena Portugis telah menguasai pelabuhan Malaka dan meminta upeti begitu tinggi. Mak hanya mendengar berita dari orang-orang yang berhasil lari dari peperangan itu dan mengatakan mungkin Ayahmu ikut mati dalam peperangan tersebut. Tapi keyakinan Mak mengatakan bahwa Ayahmu tidak mati. Dia pernah mengatakan kalau laut adalah sahabatnya, tidak mungkin sahabat tega membunuh sahabatnya sendiri. Lagi pun Mak tidak pernah menemui jenazah ayahku hingga sekarang.”
Ibuku mengakhiri ceritanya dengan air mata. Aku sendiri merasa bangga mendengar cerita ibuku, walaupun pada awalnya ayahku adalah seorang Lanun, tapi ia telah mengorbankan raganya untuk membela Bandar Malaka jangan sampai jatuh ke tangan Bangsa lain. Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis, kerajaan-kerajaan Nusantara semuanya mengumumkan perang kepada Portugis.
Tapi aku sendiri setelah mendengar cerita ibuku, semangat menggebu untuk menjadi Pelaut merasuki seluruh ragaku. Keinginan itu belum aku utarakan pada ibu karena aku tahu ia pasti melarang aku menjadi seorang Pelaut. Tapi aku akan berusaha membujuknya. Karena aku adalah anak seorang pelaut, pembajak sekaligus pahlawan yang tidak di kenal di Bandar Malaka.***

Muhammad Nazar Albani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar